hamasiraq_banner )I( Ayo Peduli Dunia Islam )I(

Monday, October 11, 2010

Logika Aktualisasi Gerakan Da'wah: PKS




Platform pembangunan mereka memang tebal, 358 halaman. Puluhan doktor memeras serat-serat otak mereka untuk menganalisis problem bangsa yang tumpuk menumpuk. Membedah jasadnya, membentangkan 36 bidang, dari Politik Nasional, Perjuangan nelayan hingga UKM dan Koperasi, untuk diteropongi satuan-satuan peyakitnya, dan diberi obat-obat berdosis yang tidak rendah. Ini pekerjaan sebuah gerakan matang. Ini bukan soal membuat program kerja da'wah untuk RW dan karang taruna, tapi mengelola negara,  dengan Platform Pembangunan sebagai asas. Gerakan da'wah pemula belum akan mampu, bukan hanya menggelindingkanya menjadi isu negara, mencoba mengkhayalkannya pun sudah cukup membuat insomnia.
Gerakan da'wah di Eropa, bahkan baru sekedar menghadapi tantangan makanan halal-haram, isu jilbab, urusan muallaf yang harus dibina,  belum berfikir bagaimana kader da'wahnya berpartisipasi di dewan apalagi koalisi presiden. Beruntunglah Indonesia, karena diantara gerakan da'wah yang eksis, ada yang sudah mampu bermetamorpofosis menjadi partai yang empat kadernya jadi menteri negara.
Inti keinginan mereka itu, adalah soal realisasi cita-cita bangsa yang ada di UUD dan membangun masyarakat madani yang diridai Allah dan bingkai NKRI. Ini tujuannya, dan politik sarananya pada dekade sekarang, termasuk soal kursi-kursi adalah sebagian kecil mesin mereka dalam realisasi cita-cita. Karena jika dulu mereka bergerak hanya di pinggir-pinggir panggung, sekarang mereka bergerak di tengah panggung, bergandeng dengan aktor utama. 


Jika dulu mereka berteriak-teriak diluar benteng DPR, sekarang mereka merumuskan draft UU di ruang-ruangnya, karena nyatanya, cara seperti ini jauh lebih efektif dalam realisasi tujuannya.





Mereka punya nilai-nilai. Punya idealisme. Punya prinsip-prinsip tsawabit (permanen) dan mutaghayyirat (elastis). Tapi tidak semuanya harus diterapkan sekaligus. Karena setiap nilai itu ada jadwal tampilnya, ada jadwal panggungnya. Sebagaimana mereka memahami fase-fase da'wah Rasul, dimana setiap prinsip diterapkan sesuai dengan jadwalnya. Sebagaimana mereka memahami bahwa Rasul rela menandatangi testamen Hudaibiyyah tanpa tanda tangan Muhammad Rasulullah, Sang Nabi, tapi Muhammad bin Abdullah Sang Manusia biasa, demi maslahat jangka panjang da'wah yang sedang membutuhkan ruang untuk bernafas dan melebarkan sayap.


Sebagaimana mereka memahami idealisme haji Rasul yang rela ditangguhkan setahun berikutnya demi keuntungan da'wah yang lebih besar. Sebagaimana mereka memahami strategi Khalid di perang Mu'tah yang menarik mundur pasukan Islam saat menghadapi Romawi, yang terkesan sikap tak berprinsip serta pengecut. Padahal karena itulah Rasul menggelarinya Saifullah al Maslul (Pedang Allah yang selalu terhunus), yang dibuktikannya dengan kemenangan Islam atas Romawi beberapa tahun berikutnya. Itu semua karena PKS memahami semangat sejarah dalam jadwal realisasi setiap nilai dan prinsip.


Namun tantangan zaman yang sedang dihadapi seluruh manusia idealis adalah 'mantiq al fa'aaliyyah' atau logika aktualisasi, bukan sekedar keras-mengeras dengan 'al fikrah al asliyyah' atau pemikiran orisinal yang idealis, kata Malik Bin Nabi seorang pemikir besar Aljazair. Dia melanjutkan "masyarakat Islam diseru untuk membuktikan kepada logika modern bahwa pemikirannya adalah benar, maka tidak ada jalan lain kecuali membuktikan kemampuannya untuk menyediakan makanan sehari-hari kepada semua orang".


Maka nantikanlah seluruh dunia mempermalukan saat gerakan da'wah berkoar dengan idealisme-idealisme yang belum saatnya dilaksanakan: menginginkan daulah Islam, syariat yang total diterapkan, dan pemimpin yang memenuhi kriteria para khalifah besar zaman dulu, sedang rakyatnya seperti yang dikatakan Kahlil Gibran "mengenakan pakaian yang tidak ditenunnya, dan memakan roti dari gandum yang tidak ia panen".


Karena yang paling dibutuhkan gerakan Islam bukan sekedar bermegah-megah dengan wibawa idealismenya, tapi juga membuktikan pada 6 milyar manusia di bumi saat ini, bahwa dirinya produktif. Dirinya mampu berpartisipasi mengelola negara sebagai eksekutor pembangunan sehingga masyarakat merasakan distribusi manfaat yang ditebar para kader da'wah itu di pemerintahan. Ini pula katalisator pemekaran imperium Islam, saat itu. Dimana ratusan kota meyakini idealisme Islam saat pesona nilai-nilai itu teraktualisasikan dengan kesejahteraan rakyat, atau saat mereka berbondong berislam ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang kesohor sebagai khalifah rasyidin kelima itu bingung mencari orang miskin yang hidup dibawah pemerintahannya, karena semuanya sejahtera.  Maka disinilah ungkapan Mao Zhe Dong menemukan momennya "bukti paling baik tentang benarnya pemikiran kita adalah keberhasilan kita dalam bidang ekonomi".



Dalam soal koalisi presiden, gerakan da'wah yang telah berkembang semacam PKS memang sudah bukan levelnya lagi menimbang pasangan presiden dalam sudut pandang malaikat atau iblis, Musa atau Fir'aun, seorang berkarakter khalifah atau garong, karena yang bukan disana titik tekannya. Tapi bagaimana melihat logika pemilihan itu dalam sudut pandang logika aktualisasi. Siapa yang lebih mungkin produktif. Maka dari sanalah karakteristik itu diturunkan. Produktif untuk negara, umat Islam dan gerakan da'wah secara khusus.


Produktif untuk negara secara umum, yaitu presiden kuat yang tepat untuk memimpin bangsa saat ini,  berpeluang menang dalam segi suara, dan mempunyai solusi-solusi teknis ekonomi. Bahkan ketika seorang ulama agung abad 13 seperti Ibnu Taimiyyah diberi pilihan, ia lebih memilih pemimpin kuat walau pendosa, dari pada pemimpin lemah walau salih. Karena yang pertama katanya "kekuatan kepemimpinannya untuk kejayaan umat sedang dosanya hanya untuk dirinya sendiri, sedang yang kedua kesalihannya hanya untuk dirinya sendiri sedangkan kelemahan kepemimpinannya membawa kehancuran umat".


Juga produktif untuk umat Islam secara khusus, yaitu presiden yang memberi ruang umat Islam untuk tumbuh tanpa jantung was-was menghadapi polisi pemantau yang mengebiri demokrasi. Presiden yang menjamin demokrasi dengan kuat. Yaitu demokrasi yang "berarti menghargai pendapat berbeda, ... tak ada huru-hara yang menegangkan, ... tidak ada setetes pun darah ditumpahkan, ... tidak ada satu nyawa melayang" seperti kata Taufiq Ismail dalam puisi Ketika Indonesia Dihormati Dunia. Sehingga dengan pertumbuhan yang aman itulah umat Islam dapat memproduk sebanyak-banyak calon pemimpin baru yang lebih mendekati kriteria ideal mereka.


Lebih khusus lagi produktif untuk gerakan da'wah. Dimana presiden mampu menggandeng mesra para kader da'wah di eksekutif sebagai tim besar pengelola negara. Dimana presiden memberi kesempatan kader-kader da'wah membuktikan pada dunia, bahwa mereka mampu menuntaskan kerja-kerja besar kementrian dengan gilang-gemilang, bahkan pada sebagiannya telah berhasil membuktikan pertama kalinya Indonesia swasembada pangan sepanjang sejarah, seperti kinerja menteri pertanian kabinet bersatu.


Itulah sebabnya, saya kira, PKS mendukung SBY dan Budiyono. Karena mereka berdua sejalan dengan produktivitas negara, umat Islam dan gerakan da'wah yang ada di Platform Pembangunan PKS,  merealisasikan cita-cita bangsa yang ada di UUD dan membangun masyarakat madani yang diridai Allah dan bingkai NKRI.

Cairo, 25 Mei 2009
Bung Elvandi

No comments:

Post a Comment